ETIKA
BISNIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Etika Bisnis berupa makalah:
“PERAN SISTEM PENGATURAN, GOOD GOVERNANCE”
Kelompok : 9
Nama : Euis Lestari
Siti Rahma Widiyanti
Purnama Dawan Putra
Dosen : Dr. Sugiharti Binastuti, SE., MM
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan YME,
karena berkat rahmat dan hidayah yang dikaruniakan-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sesuai dengan namanya, sebuah makalah memang tidak dimaksudkan sebagai
buku materi atau buku panduan, melainkan di dalam pembahasannya, terdapat
informasi-informasi yang mudah-mudahan dapat menambah serta memperluas
pengetahuan kami serta pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini kami mendapati berbagai kesulitan, baik
dalam pencarian sumber, bahan atau dalam hal yang lainnya. Akan tetapi, berkat
pertolongan-Nya lah akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Adapun
penyusunan makalah ini yaitu berdasarkan pada bahan-bahan yang kami cari dari berbagai sumber. Kami mencatat hal-hal yang berhubungan
dengan pokok permasalahan yang dibahas.
Kami memahami dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk
terciptanya sebuah makalah yang lebih baik.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada
segenap yang telah mendukung terciptanya makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya
untuk kami
dan umumnya untuk yang menggunakan serta membacanya.
Depok, April 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
i
KATA
PENGANTAR
ii
DAFTAR
ISI
iii
BAB
I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang Masalah
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Tujuan Penulisan
2
BAB
II PEMBAHASAN
3
2.1 Definisi Pengaturan
3
2.2 Karakteristik Good Governance
3
2.3 Commission Of Human Right (Hak Asasi Manusia)
5
2.4 Kaitannya Good
Governance Dengan Etika Bisnis
7
BAB
III PENUTUP
9
3.1 Kesimpulan
9
DAFTAR
PUSTAKA
10
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Pada
masa kini istilah pengaturan (governance)
dan pengaturan yang baik (good
governance) mulai berkembang dan selalu digunakan dalam literatur mengenai
pembangunan. Seringkali konsep pembangunan tidak memperhatikan konsep
keberlanjutan, melihat faktor sumber daya alam dan lingkungan hanya ditentukan
berdasarkan nilai progresifnya. Realisasi dari konsep pemerintahaan yang
bijaksana ‘good governance’
merupakan prasyarat untuk mendapatkan keseimbangan yang efektif antara
lingkungan dan pembangunan.
Prasyarat
minimal untuk mencapai good
governance adalah adanya tranparansi, akuntabilitas, partisipasi,
pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Dalam menjalankan
prinsip-prinsip good governance, terdapat tiga fokus bidang yang
penting dan saling terkait dengan ekonomi, politik dan administrasi. Bidang
ekonomi mencakup proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi tidak hanya
kegitan ekonomi dan faktor-faktor terkait lainnya, namun hal-hal lainnya
menyangkut isu keadilan, kemiskinan dan kualitas hidup.
Salah
satu isu penting tentang good governance
yang menyatukan ketiga bidang tersebut adalah perlunya dijalankan sistem
pemerintah bottom-up. Di Indonesia, sumber daya alam masih menjadi prioritas
dalam pemenuhan kebutuhan hidup dari para anggota komunitasnya, sehingga dalam
hal ini pengaturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam menjadi
prioritas dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup.
Berkaitan
dengan penanganan lingku;ngan alam, dengan good
governance diharapkan dapat tercipta format politik yang demokratis, karena
hal ini merupakan prasyarat menuju demokratisasi pengelolaan sumber daya alam
di Indonesia.
Konsep
good governance juga diharapkan akan melahirkan model alternatif pembangunan
yang mampu menggerakan partisipasi komunitas umum dan memberi jaminan bahwa
prioritas di bidang politik, ekonomi dan sosial yang dibuat berdasarkan
musyawarah bersama.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu :
1) Apakah definisi dari pengaturan ?
2) Apa saja karakteristik dari Good Govenance ?
3) Apakah yang dimaksud dengan Commission Of Human ?
4) Bagaimana kaitannya Good Governance dengan Etika Bisnis ?
1.3.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini
yaitu :
1) Mengetahui definisi dari pengaturan
2) Mengetahui karakteristik dari Good Governance
3) Mengetahui tentang Commission Of Human
4) Mengetahui kaitan Good Governance dengan Etika Bisnis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pengaturan
Sebelum membahas mengenai Good Governance sebaiknya terlebih
dahulu mengetahui apa yang dimaksud dengan pengaturan. Berikut ini adalah
definisi mengenai pengaturan :
1.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia
Peraturan
adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai
panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap
warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang
dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.
2.
Lydia Harlina Martono
Peraturan
merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat
peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit
diatur.
2.2 Karakteristik Good Governance
Dalam hal ini, ada Sembilan
karakteristik Good Governance dari United Nation Development Program
(UNDP), yakni;
1.
Partisipasi
Konsep
partisipasi tentu sejalan dengan sistem pemerintahan yang demokrasi yang
diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran
serta dalam suatu lingkungan kegiatan.
2. Rule of law
Rule of low berarti
penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur hak-hak
manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir Manan (1994).
3.
Transparansi
Transparansi
berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak
yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha,
terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan
informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan
publik adalah dalam masalah transparansi sendiri.
4.
Responsif
Responsif
berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi
kepentingan publik (public interest)
sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan
pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model
pelayanan.
5.
Berorientasi pada consensus
Berorientasi
pada consensus berarti pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para
actor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatif dimana adanya
keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan
publik.
6.
Keadilan
Keadilan
berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan
kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam
hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani
pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang
terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali.
7.
Efektif dan efisien
Efektif
secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana
dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam
bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan
melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur
yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8.
Akuntabilitas
Akuntabilitas
berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban
dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu
organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah
efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah
pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain.
9. Strategic vision
Penyelenggara
pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan
masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar
terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan
latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat
2.3 Commission Of Human Right (Hak
Asasi Manusia)
Commission of human right (Hak asasi manusia) adalah hak dasar yang dimiliki
setiap manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai
hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang hidup, maka bila tidak
ada hak tersebut mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak asasi manusia
diperoleh/didapat manusia dari Penciptanya yaitu Tuhan Yang Maha Esa sebagai
sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada
kekuatan apa pun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia, karna
HAM bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Commission of human right (Hak asasi manusia) ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Menurut UU tersebut, hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Setelah
perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi
manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi
manusia (commission of human right).
Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor
Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang
diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia
tersebut. Karya itu berupa Universal
Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi
Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang
umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2
negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati
sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai
hak, yaitu hak :
1)
Hidup
2)
Kemerdekaan
dan keamanan badan
3)
Diakui
kepribadiannya
4)
Memperoleh
pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan
hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak
bersalah kecuali ada bukti yang sah.
5)
Masuk dan
keluar wilayah suatu Negara
6)
Mendapatkan
asylum
7)
Mendapatkan
suatu kebangsaan
8)
Mendapatkan
hak milik atas benda
9)
Bebas
mengutarakan pikiran dan perasaan
10) Bebas memeluk agama
11) Mengeluarkan pendapat
12) Berapat dan berkumpul
13) Mendapat jaminan sosial
14) Mendapatkan pekerjaan
15) Berdagang
16) Mendapatkan pendidikan
17) Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
18) Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan
keilmuan
2.4
Kaitannya Good Governance Dengan Etika Bisnis
1. Code of Corporate and Business
Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis
di perusahaan (Code of Corporate and
Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode
etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan
praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan
atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya
perusahaan (corporate culture), maka
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha
mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam
aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang
serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi
perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab,
dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai
etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran,
tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang
efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun
Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan
kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan tersebut, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Peraturan adalah ketentuan yang
mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan
kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus
menaati aturan yang berlaku.
2.
Sembilan karakteristik Good Governance yaitu ; partisipasi, Rule of law, Transparansi, Responsif, Berorientasi pada consensus, Keadilan, Efektif dan
efisien, Akuntabilitas, dan Strategic
vision.
3.
Commission of human right (Hak asasi manusia) tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. Menurut UU tersebut, hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
4.
Kode Etik dalam tingkah laku
berbisnis di perusahaan (Code of
Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG).
DAFTAR PUSTAKA
https://dokumen.tips/documents/tugas-6-peran-sistem-pengaturan-good-governance.html
(diakses pada 30 Maret
2018)
https://www.scribd.com/doc/294444759/Tugas-6-Peran-Sistem-Pengaturan-Good-Governance (diakses pada 31 Maret 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar